Kereta Mutiara Selatan membawaku kembali ke Surabaya, perantauanku. Pukul 6.30 keretaku sampai di stasiun Gubeng. Pengalamanku dimulai pagi ini, 1 April 2014.
Ada supir taxi yang menyambutku dan membawakan barang bawaanku. Percakapan pun dimulai.
Supir taxi : "Diantar kemana ibu?"
Saya : "Ketintang pak, daerah Un***"
Supir taxi : "Maaf, daerah mana ibu?"
Ternyata supir taxi itu belum begitu paham dengan penjelasanku. Akhirnya aku jelaskan dengan jelas jalan menuju rumah. Dengan ramah, supir taxi itupun memulai percakapan.
Ramah sekali supir ini. Percakapan yang semula hanya bertema masalah rute perjalanan, lama lama mulai menceritakan latar belakang, pengalaman pekerjaan, diskusi banyak hal. Lagi lagi saya menggumam kagum.. Sudah ramah, pintar lagi.
Saling menceritakan pengalaman hidup di kota besar, sampai pada akhirnya saya mendengar ceritanya bahwa dia adalah anak pesantren. Dari kecil sudah hidup di pesantren hingga tahun lalu. Setelah lulus sekolah, dia masih tetap tinggal dan belajar di pesantren. Dan dia juga merupakan supir Pak Kyai, pemimpin pondok pesantren di Tulungagung yang dia tinggali.
Yang lebih membuatku terdiam karna kagum, saat supir itu bilang kalau dia hanya diberi kesempatan 1 tahun untuk bekerja diluar. Setelah itu akan balik ke pesantren untuk memajukan pesantren.
Ternyata tidak hanya di sinetron. Dikota besar nomor 2 di Indonesia ini masih ada orang yang sangat memikirkan kehidupan setelah di dunia. Subhanallah.. Alhamdulillah. Puji syukur aq panjatkan kepada Alloh Swt. Aq masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan orang - orang baik yang sangat menyentil hatiku. Yang membuatku malu atas teguran secara tak langsung melalui perantara si supir taxi ini.
Dan hingga aku menulis ini, efeknya masih terasa. Rasa syukur yang menjadi lebih, sikap sabar yang lebih, dan yang lebih mengena lagi adalah rasa malu yang kian bertambah, apalagi saat ingat kesalahan masa lalu.
Doaku setelah kejadian itu, aku berharap dipertemukan lagi dengan orang-orang luar biasa seperti si supir taxi ini. :)